Edukasi Tentang Kesetaraan Berkedok Pertunjukan Spesial itu Bertajuk ‘Patraiarki’
Isu di media sosial tentang patriarki, feminisme, kesetaraan dan banyak hal lainnya masih hangat dibahas oleh netizen. Bahkan tidak sering, satu dengan lainnya memberi label SJW untuk mereka yang begitu semangat memberikan penjelasan tentang sesuatu yang mereka bahas.
Tidak ada yang salah dengan paham-paham yang dibahas, dan tidak ada yang salah pula dengan SJW. Yang salah adalah tidak bisa menerima satu pemahaman dengan pemahaman lainnya untuk pribadi masing-masing. Atau lebih tepatnya, memaksakan pemahaman kita untuk harus digunakan oleh orang lain juga. Itu adalah hal yang tidak tepat.
Mencoba untuk menetralisir keadaan tersebut, Patra Gumala hadir dengan misi memaparkan banyak hal yang jadi keributan masal di media sosial. Ia menyajikan pertunjukan spesial bertajuk Patraiarki untuk mengupas tuntas rasa keingintahuan warganet yang tentu saja tidak akan selesai dalam sekejap.
Patraiarki digelar di Teater Kecil di dalam komplek Taman Ismail Marzuki. Tepat pada pukul delapan malam, semua mata sudah bersiap untuk menyaksikan Patra melancarkan materinya bukan untuk jadi tokoh sebuah lakon teater. Toh dunia ini sudah seutuhnya sandiwara, kita tak perlu lagi menyaksikan orang berpura-pura.
Patraiarki dibuka oleh Andri Sakti. Pemanasan di ruang teater yang dingin cukup membantu bagi penonton mengendurkan rahang mereka. Andri banyak bercerita tentang sejarah agama yang cukup membuat kita setuju. Salah satunya adalah bila sejarah itu dihadirkan kembali di masa kini. Pasti akan jadi sesuatu yang rumit dan penuh kejutan.
Patra membawa pasukan lain dari grup Dua Anak Cukup, yakni Rio Dumatubun. Bapak mantan satpam ini tak kalah mengejutkan penonton yang datang. Rio berkilah tentang bagaimana birahi laki-laki bisa membuat laki-laki itu sendiri menjadi makhluk yang bodoh. Percayalah, semua penonton laki-laki malam itu manggut-manggut dan tertawa di waktu bersamaan.
Patra memasuki panggung teater kecil dengan mengingatkan penonton dengan momennya siaran bertemu dengan Rhoma Irama. Momen terbaik dalam hidupnya untuk dapat melaksanakan salat berjamaah dengan raja dangdut Indonesia. Dari pengalamannya itu, Patra juga membawa banyak nama musisi yang pernah ia wawancara dan menghasilkan materi untuk ditertawakan para penonton. Nyenggol politik tipis-tipis juga loh.
Seiring panjangnya setlist yang disiapkan Patra, tak sedikit ia menyinggung berbagai hal yang berkaitan dengan Jakarta. Mulai dari menu sarapan hingga orang nomor satu di kota. Ya, paling tidak bit-bit itu jadi pemanasan sebelum pertunjukan spesial lainnya yang sudah direncanakan Patra di tahun mendatang.
Setengah perjalanan menuju akhir, panggung Patraiarki mulai membahas bagaimana Patra membicarakan hal-hal terkait patriarki, kesetaraan, feminis dan lainnya yang bisa saja membuat SJW murka. Patra coba berdiri di belakang garis miliknya saat memberi pemahaman tentang kesetaraan lewat pertunjukan spesialnya.
Ia memberikan penjelasan tentang paham kesetaraan yang ia yakini kepada penonton tanpa perlu memaksa mereka membuntuti Patra. Tapi paling tidak, ya, beberapa orang juga tersirap dan sadar apa yang diucap Patra itu benar. Alasan sederhananya sih, karena ini panggung pertunjukan bukan diskusi dua arah. Nah, untuk kamu para penonton jika ingin menyanggah materi-materi Patra, silakan mention saja di Twitter-nya sekarang.
Patra membawa banyak contoh sederhana tentang kesetaraan itu dari keluarganya sendiri. Mulai dari cara ia memimpin, berdiskusi dengan istri hingga bagaimana cara seorang bapak memberi pelajaran kepada kedua putranya tentang hal tersebut. Mudah untuk kita tertawakan, tapi tidak mudah untuk dijalankan.
Membicarakan perempuan pun tak luput dalam pertunjukan Patraiarki. Dari awal penciptaan perempuan pun masuk dalam kaca matanya. Patra menunjukan beberapa fakta yang membuat seisi teater setuju. Singkatnya, menjadi perempuan itu tidak mudah. Apalagi keberadaan media sosial semakin menjadikan salah satu faktor eksternal yang membuat perempuan perlu mawas berhati-hati.
Satu yang cukup membekas bagi penulis dan mungkin para penonton adalah Patra membawa sejarah besar perempuan di Indonesia untuk dikuliti di atas panggung. Sederhana namun menunjukan banyak fakta. Bahkan, dari garis mulai sejarah itu, Patra coba menariknya hingga kehidupan modern yang sangat tidak relevan. Materi ini jadi salah satu materi terbaik Patra untuk mengaitkan dengan banyak hal hanya dengan satu premis di awal.
Sebuah pertunjukan spesial yang mampu membukakan pikiran perihal kesetaraan, perempuan, gender, keluarga dan hal lainnya yang tidak mungkin dibawa ke TikTok. Buat kamu yang tidak berkesempatan hadir pada Patraiarki, tenang saja. Comika.id akan menyuguhkan digital download-nya di waktu mendatang. Layak dibeli!